Jumat, 18 Februari 2011

3 HACKER TERHEBAT DI INDONESIA

1. Dani Firmansyah A.K.A Xnuxer
Xnuxer(di dunia maya), nama panggilan Dani Firmansyah di dunia bawah tanah, di tangkap Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya pada tanggal 24 April 2004 sekitar pukul 17:20 di Jakarta.

Jumat 16 April, Xnuxer mencoba melakukan tes sistem sekuriti kpu.go.id melalui XSS (cross site scripting) dari IP 202.158.10.117, namun dilayar keluar message risk dengan level low (website KPU belum tembus atau rusak).

Sabtu 17 April 2004 pukul 03.12,42, Xnuxer mencoba lagi melakukan penetrasi ke server tnp.kpu.go.id dengan cara SQL Injection dan berhasil menembus IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, serta berhasil meng-up date daftar nama partai pada pukul 11.23,16 sampai pukul 11.34,27.

Teknik yang dipakai Xnuxer dalam meng-hack yakni melalui teknik spoofing (penyesatan). Xnuxer melakukan serangan dari IP 202.158.10.117, kemudian membuka IP Proxy Anonymous Thailand 208.147.1.1 sebelum msuk ke IP tnp.kpu.go.id 203.130.201.134, dan berhasil membuka tampilan nama 24 partai politik peserta pemilu.

Beruntung Xnuxer meng-hack situs KPU hanya karena ingin mengetes keamanan sistem keamanan server tnp.kpu.go.id, tanpa ada muatan politik. Di tambah, sifat Xnuxer yang sangat cooperatif, akhirnya Xnuxer hanya di bui beberapa bulan saja. 


2. Onno W. Purbo A.K.A Kang Onno

















Onno Widodo Purbo (lahir di Bandung 17 Agustus 1962; umur 45 tahun) adalah seorang tokoh (yang kemudian lebih dikenal sebagai pakar di bidang) teknologi informasi asal Indonesia. Ia memulai pendidikan akademis di ITB pada jurusan Teknik Elektro pada tahun 1981. Enam tahun kemudian ia lulus dengan predikat wisudawan terbaik, kemudian melanjutkan studi ke Kanada dengan beasiswa dari PAU-ME.

RT/RW-Net adalah salah satu dari sekian banyak gagasan yang dilontarkan. Ia juga aktif menulis dalam bidang teknologi informasi media, seminar, konferensi nasional maupun internasional. Percaya filosofy copyleft, banyak tulisannya dipublikasi secara gratis di internet.

Pejuang kemerdekaan frekuensi 2.4 GHz, VOIP-Rakyat, dan Antena Wifi dari kaleng.







3. I Made Wiryana A.K.A Pak Made

















Cyber Paspampres nih, konon website dan server President SBY beliau yang pegang untuk maintenance dan keamanannya… (pernah digempur ampe DDos, namun dalam waktu itungan detik back-up server –ga tau dah back-up yang nomor berapa– langsung up). Beliau juga pelopor perkembangan linux di indonesia bersama pak Rusmanto (redaktur Info Linux). menyelesaikan pendidikan di dua institusi pendidikan yaitu S1-Fisika Universitas Indonesia pada tahun 1991 dan S1-manajemen Informatika STIMIK Gunadarma tahun 1992 dan melanjutkan Magister di eidith cowan university Australia dan sejak tahun 2004 sampai sekarang sedang menyelesaikan program Doktoral di RVS Bielfield Jerman. Dan sekarang berdomisili di Jerman. Status pekerjaannya adalah Dosen Tetap universitas Gunadarma














 

Festival Film Pelajar & Launching Film-Film Pendek

djombang.com - KBS Sukarmadju Jombang akan menggelar acara Festival Film Pelajar & Launching  Film-Film Pendek.
Acara tersebut diadakan di B – Mart Swalayan, Lantai II, Jl. Merdeka Jombang (Depan Universitas Darul Ulum Jombang), hari Minggu (23/1) Pukul  10.00 – 13.00 Wib.
Fil-film yang ditampilkan merupakan produksi Kelompok Belajar Seni Sukarmadju Jombang dan Nominasi Festival Film Pelajar Lima Kota. Selain itu ada pula acara Pemutaran Film Kelompok Belajar Seni Sukarmadju Jombang, Pemutaran film Festival Film Pelajar Lima Kota, Apresiasi film Festival Film Pelajar Lima Kota. Yang patut ditunggu adalah Nominasi Film Festival Film Pelajar Lima Kota, meliputi Ide Film Cerita Terbaik, Sutradara Film Terbaik, Aktor/ Aktris Film Terbaik, Kameraman Film Terbaik serta Penyerahan Piagam Penghargaan, Hadiah dan Trofi Piala Juara.
Panitia telah menyiapkan hiburan musik band, tari-tari persembahan Sanggar Tari Lung Ayu Jombang, Teaterikal Mini, Monolog Puisi Kelompok Belajar Seni Sukarmadju Jombang, dll. Info lengkap : Jl. Dr. Soetomo No. 15 Jombang

Sabtu, 12 Februari 2011

SMA N 2 PURBALINGGA Borong Penghargaan FFP 2010

Purbalingga memborong tiga penghargaan sekaligus diajang Festival Film Purbalingga 2010. Penghargaan itu adalah Film Fiksi Terbaik, Film Fiksi Favorit Penonton lewat film “Endhog” dan Film Dokumenter Favorit Pentonton lewat film “Di Sini Panglima Besar Dilahirkan”. Kedua film tersebut besutan sutradara Padmashita Kalpika Anindyajati.

Sementara untuk Film Dokumenter Terbaik disabet SMK Tamansiswa Banjarnegara dari film berdujul “Oh Lengger Gumelemku” karya Sugino. Satu penghargaan berupa Film Pilihan Juri diraih film bertajuk “Ling-Lung” dari SMA N Bobotsari, Purbalingga yang disutradarai Amrizal Faturrohman.

Diajang Kompetisi Video Mantenan yang baru digelar tahun ini dimenangkan oleh video yang dibuat Nanki Nirmanto. Nanki meraih Video Mantenan Terbaik lewat video berjudul “Perjalanan Cinta Anggi dan Deni”.

Sutradara film “Endhog”dan “Di Sini Panglima Besar Dilahirkan” Padmashita Kalpika merasa senang dengan keberhasilan kelompoknya Brankas Film menyabet tiga penghargaan ini. “Tahun lalu film kakak-kakak kelas kami gagal menyabet penghargaan festival ini. Itu yang memacu kami untuk berkarya lebih baik dari tahun lalu,” ungkapnya.

Memacu KaryaMalam penghargaan yang digelar Sabtu, 29 Mei 2010 di aula Hotel Kencana berlangsung meriah yang sebagian besar dihadiri para pembuat film muda dari berbagai SMA di Banyumas Raya. Turut memeriahkan malam itu, tampil pagelaran Wayang Artefak pimpinan Adi Purwanto.

Direktur Festival Film Purbalingga Bowo Leksono mengatakan peserta kompetisi SMA se-Banyumas Raya tahun ini secara kuantitas meningkat tajam, ditambah kehadiran program baru yaitu kompetisi dokumenter dan kompetisi video manten. “Namun secara kualitas masih terus harus ditingkatkan. Ini tugas Cinema Lovers Community dan komunitas-komunitas di setiap kabupaten untuk turut memacu pelajar SMA dalam berkarya,” katanya.

Bowo melanjutkan, proses panjang festival film purbalingga selama empat tahun ini baru dirasa dibutuhkan oleh kalangan pelajar SMA Banyumas Raya, meskipun kebutuhan ini belum secara merata. “Sayangnya, para pelajar di Banyumas Raya masih merasa bahwa festival ini sebagai ajang beradu semata. Bila sudah kalah di babak pertama, mengabaikan sama sekali tujuan festival itu sendiri”.

Lebih jauh Bowo beranggapan bahwa festival ini bukan satu-satunya tempat untuk menguji karya dengan hadirnya program kompetisi. “Jauh lebih penting dari itu, festival adalah ruang untuk berinteraksi, antara pengkarya dengan karya-karya yang lain, serta antara karya dan pengkarya dengan publik penontonnya. Dengan harapan, festival ini terus mamacu pegiatnya menjadikan film sebagai media edukasi secara luas,” tuturnya.

Selama empat hari penyelenggaraan festival, 26-29 Mei 2010, berbagai program digelar gratis untuk umum.

Kualitas Film Pelajar Banyumas

Oleh Teguh Trianton

Film-film karya sineas Banyumas selama ini telah mendapat banyak apresiasi di berbagai ajang festival film baik di tingkat regional, nasional bahkan di kancah internasional. Pada tahun 2007 Film berjudul ‘Senyum Lasminah’ (SL) karya sineas Purblingga terpilih sebagai film terbaik II-Festival Video Edukasi (FVE) 2007. ‘Pasukan Kucing Garong’ (PKG) -fiksi terbaik pada Malang Film Video Festival (Mafviefest) 2007. ‘Adu Jago’ (AJ) -dokumenter terbaik pada ajang yang sama. Demikian juga dengan Film ‘Boncengan’, dan ‘Lengger Santi’.

Pada kancah internasional, film ‘Peronika’ dan ‘Metu Getih’ mendapat kehormatan tampil di Festival Film Eropa bertajuk “Europe on Screen 2007” (EOS 2007). Tahun 2008, sebuah dokumenter kehidupan orang cacat berjudul ‘Cuthel’ meraih penghargaan dari depdiknas sebagai film dokumenter terbaik FVE 2008. Tahun 2009 beberapa film Banyumas juga tayang di salah satu kompetesi film pendek yang digelar sebuah satasiun televise swasta (TV One).

Namun di tahun 2010 ini, perkembangan film Banyumas yang lebih banyak dimotori oleh sineas pelajar ini cukup mengkhawatirkan. Film-film Banyumas karya pelajar terkini menunjukan penuruan kualitas yang signifikan.

Salah satu parameternya adalah film-film yang lolos seleksi nominasi dalam ajang Festival Film Purbalingga (FFP) 2010 yang berlangsung akhir bulan Mei lalu. Jika dibanding film-film peserta FFP tahun sebelumnya (2009) terlihat jelas adanya penurunan kualitas.

FFP 2010Perhelatan Festival Film Purbalingga (FFP) 2010 akhir bulan Mei kemarin telah mengantar film fiksi berjudul ‘Endhog’ (Telor) sutradara Padmashita Kalpika sebagai film terbaik. Melalui seleksi yang ketat, tiga juri FFP terpaksa memilih film produksi sineas SMA N 2 Purbalingga ini sebagai yang terbaik.

Juri terpaksa memilih, sebab secara umum kualitas film pelajar Banyumas tahun ini cenderung menurun, dibanding film peserta FFP tahun sebelumnya.

Penurunan juga terjadi pada sisi kuantitas. Tahun 2009 terdapat 10 judul film kategori fiksi yang jadi nominator, tahun ini hanya 8 judul film yang lolos seleksi dewan programer.

Hantu, Sinetronis KronisSebenarnya tema yang ditawarkan pada FFP 2010 sangat sederhana, ‘Meliat Kita’. Artinya, peserta FFP –pelajar di eks karesidenan Banyumas- diberi keleluasaan untuk eksplorasi kearifan budaya lokal dan realitas sosial yang terjadi pada masyarakat Banyumas.

Namun tema yang sederhana ini malah hampir tak terbaca sama sekali. Sebagian besar film fiksi yang lolos seleksi ternyata gagal memvisualisasikan pesan moral dalam bingkai narasi peristiwa kecil yang ada di masyarakat.

Hasil akhir proses kreatif sineas muda Banyumas menunjukan gejala akut sindrom sinetronis kronis. Beberapa film yang sesungguhnya berupaya ‘melihat kita’ dengan mengangkat kearifan lokal menjadi tak berdaya oleh virus sinetronis kronis.

Film berjudul ‘Bunyi’ misalnya. Karya sineas pelajar SMK Bakti Purwokerto ini mulanya hendak mengangkat khazanah budaya masyarakat tani yang nyaris punah. Tokoh Radit dalam film ini menjadi ujung tombak penyampaian pesan. Ia berupaya mempertentangkan modernitas dengan tradisionalitas budaya.

Melalui hobi fotografi yang diperankan, Radit mengajak penonton untuk mengingat tradisi lesungan. Yaitu sebuah permainan klotekan atau tlektekan dengan cara memukulkan ujung antan ke tepi bagian dalam lesung sambil menumbuk padi. Harmonisasi ritme ketukan antan yang dimainkan kaum perempuan ini menghasilkan orkestra bunyi (musik) yang indah, sebagai hiburan.

Namun bunyi pesan moral ini justru tenggelam oleh sebagian besar scene sinetronis yang klise pada keseluruhan film. Kisah asmara Radit yang sinetronis mengalahkan bunyi pesan yang dimaksudkan.

Sindrom sinetronis mewabah pada sebagaian besar film lain. Ini terlihat pada film berjudul ‘Lupa’ (SMK N 1 Purwokerto), ‘Sepatu Lawan Jago’ (SLJ) dan ‘Montor apa Bebek’ (MaB) dari SMA N 1 Cilacap, ‘Menuju Titik Terang’ (MTM) dari SMA N 1 Purbalingga, dan ‘Aku Bukan Malin Kundang’ (ABMK) dari SMK N 1 Purbalingga.

Selain wabah sinetronis, film pelajar Banyumas juga mengidap sindrom hantu ala film horor Indonesia. Film ‘Lupa’ misalnya, dengan vulgar mengkliping puluhan hantu dari scene film horor yang beredar di bioskop dan dipadatkan jadi satu pendek.

Film ini bercerita tentang dua pelajar yang –lupa- berangkat ke sekolah padahal hari libur. Namun puluhan hantu yang dikompilasi telah membuat scene ini klise, bahkan mendekati kesan copy-paste.

Sementara itu, film SLJ dan MaB sebenarnya hendak menyampaikan pesan tentang kehidupan pelajar dari keluarga miskin dalam pergaulan sosial yang lebih kaya. Namun pesan ini juga klise lantaran padatnya tuturan dan logika film yang sinetronis.

Pada ‘MTM’, materi yang diangkat juga tertelan scene sinetronis. Metafora visual yang dibangun terlalu hiperbolis, sehingga logika narasi sulit diterima. MTM hendak bercerita tentang anak yang hobi membaca dan menulis sastra tapi ditentang oleh orang tua. Film ini juga bercerita tentang orang tua yang kerap membanding-bandingkan dan mengatur masa depan anak-anaknya.

Film ‘ABMK’ sangat sederhana, bercerita tentang pelajar yang aktif ekstrakurikuler teater. Kehidupan pelajar ini terpengaruh karakter tokoh yang diperankan dalam pertunjukan teater. Sayangnya eksekusi cerita ABMK juga terkena virus sinetron.

Komedi SatireDua film lain yang cukup diunggulkan adalah film ‘Endhog’ (SMA N 2 Purbalingga) dan ‘Ling-Lung’ (SMA N Bobotsari). Endhog diunggulkan karena pesan moral yang hendak disampaikan. Ide film ini sederhana, bercerita tentang semangat siswa Kejar Paket A dalam kegiatan eksperimen.

Dengan keluguan dan kebodohannya, dua siswa sekolah penyetaraan ini berusaha membuktikan bahwa binatang mamalia yang memiliki daun telinga berkembang biak dengan beranak, dan yang tidak berdaun telinga bertelor.

Keluguan siswa Kejar Paket A dalam Endhog mengantar film ini menjadi komedi satire. Kesederhanaan cerita dan ide menunjukan kecerdesan pembacaan tema festival. Namun ada scene yang hilang sehingga memutus narasi.

Setali tiga uang, ‘Ling-lung’ juga menawarkan sebuah komedi. Diceritakan seorang pelajar yang sangat pelupa atau ling-lung, berjibaku melawan penyakit ling-lungnya. Ia berkali-kali terjebak pada adegan komedial sebagai akibat keling-lungannya.

Secara teknis, film ini sangat unggul. Tuturan visual yang disuguhkan sangat memadai sebagai sebuh film. Film ini juga berupaya menterjemahkan tema festival, dengan mengangkat satu narasi kecil tentang pelajar yang pelupa. Namun ending film ini mudah ditebak, dan pesan yang disampaikan tertalu umum.

PendidikanSecara umum, menurunnya kualitas film pelajar ini erat kaitanya dengan sistem pendidikan di sekolah. Selama ini praktek pendidikan masih mengedepankan hafalan dari pada penggalian ide dan logika kreatif siswa. Pendidikan juga kurang menghargai kecerdasan emosi dan potensi otak kanan.

Sistem pendidikan telah mendisain pola pikir guru di sekolah, dan orang tua siswa untuk mengagungkan fungsi otak kiri. Jarang dijumpai ada guru dan orang tua yang bangga jika anaknya pandai atau memenangkan lomba seni. Mereka lebih bangga jika anaknya mendapat nilai sempurna pada pelajaran matematika atau sains.

Sejak lahir, setiap anak memiliki kecendrungan yang berbeda dalam memaksimalkan potensi otak. Kurangnya keseimbangan penghargaan pada fungsi otak kanan, berpotensi mematikan lahirnya ide-ide baru. Akibatnya pelajar kehilangan kreativitas, suka mencontek, dan pandai menghapal saja.

Teguh Trianton, Periset Beranda Budaya (Banyumas), Juri Festival Film Purbalingga

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms